Dalam Untaian Doa
Kala semua harapan telah musnah pasti masih ada sebuah
keajaiban yang akan datang. Aku percaya
di balik semua musibah pasti Tuhan akan mendatangkan berkah yang begitu indah.
Tuhan tidak akan memberikan cobaan diluar batas kemampuan umatnya. Aku yakin
tulisan pena-Nya akan begitu indah untuk akhir sebuah cerita perjalanan
hidupku. Terkadang sebuah cerita tidak begitu mudah untuk dipahami atau hanya
untuk sekedar dituliskan dengan pena. Pena itu sewaktu waktu akan berhenti
menulis ketika tinta yang menjadi bagian darinya telah habis terkuras hanya
untuk menulis demi berakhirnya sebuah cerita. Namun jika pena itu tetap terisi
tinta cerita pun akan terselesaikan entah akan berakhir bahagia atau mungkin
akan berakhir menyedihkan. Begitu juga dengan perjalanan hidup, kita
diibaratkan seperti pena yang akan terus menulis begitu juga dengan tubuh kita
yang akan terus menjalani kehidupan. Jalan berliku, badai menerjang, petir
menggelegar mungkin fenomena itu akan hadir dalam kehidupan kita. Seperti pena
yang harus terisi tinta agar tetap dapat menulis tubuh kita pun harus terisi
dengan keimanan agar setiap cobaan dapat kita hadapi dengan tawakal. Meskipun
jutaan orang tidak ada yang peduli dengan musibah yang kita hadapi namun
percayalah masih ada Tuhan yang akan selalu menemani di setiap langkah kaki
kita. Tergantung diri kita apakah akan berjalan di tempat yang gelap ataukah
terang, seperti pena yang akan menuliskan cerita sedih ataukah bahagia. Setiap
manusia dilahirkan pasti akan mempunyai masalah, tergantung cara kita memahami
atau menyikapi masalah tersebut. Seperti permasalahan yang ku hadapi sekarang.
Ayah yang di depanku selalu terlihat sehat bugar nan ceria suatu ketika harus
mendapatkan musibah dari-Nya. Kesehatannya terganggu, usus buntu yang
mengharuskan ia menerima tindakan medis yang membuat perutnya mendapatkan
jaitan yang mungkin sampai saat ini masih terasa sakit. Awalnya aku mengira
kesehatannya akan baik-baik saja setelah ia ditangani tim dokter dan melakukan
operasi. Hari pertama setelah operasi aku datang ke rumahsakit untuk melihat
bagaimana keadaannya. Saat aku mulai membuka pintu kamar rumahsakit dan
perlahan aku membuka tirai yang menutupi tempat tidurnya, perlahan aku mulai
menemukan sesosok lelaki berperawakan tinggi, kulitnya hitam tanpa mengenakan
baju sehelai pun hanya diselimuti kain yang akan membuat tubuhnya terasa
hangat, rambutnya yang mulai beruban seakan akan menandakan usianya yang sudah
hampir tua, bola matanya yang bulat seketika melihat kearahku ketika ia
menyadari bahwa salah satu anaknya datang menjenguknya. Pada saat itu kulihat
tatapan matanya yang kosong, mukanya yang begitu pucat, dan kulihat di lubang
hidung sebelah kiri terdapat selang yang terus mengalir cairan berwarna merah
kecokelat-cokelatan. Dan ketika aku memegang tangan kanannya untuk memberikan
salamku, aku melihat lagi selang infus di sekitar pergelangan tangan kanannya.
Astagfirulloh seakan tak percaya dengan apa yang baru saja kulihat. Ingin
rasanya aku pergi keluar ruangan itu hanya untuk sekedar menghapus airmata yang
tak terasa menetes. Ayah, sosok lelaki yang selalu tampak sehat dan ceria di
hadapan keluarganya, seorang kepala rumah tangga yang begitu bertanggung jawab
dan bekerja keras untuk menghidupi keluarganya terutama untuk membiayai
sekolahku kini lemah tak berdaya hanya bisa berbaring diatas kasur rumahsakit
dengan banyaknya selang infusan yang menempel di tubuhnya. Tak tega aku
melihatnya ingin sekali rasanya aku menanggung rasa sakit yang ia derita,
seperti ia yang selalu mengerti akan anaknya ketika sedang menanggung beban.
Ayah, selama ini tidak banyak kata yang terlontar dari mulutku untuk berbincang
denganmu hanya untuk sekedar menanyakan bagaimana keadaanmu, atau mungkin untuk
bercerita berbagi pengalaman denganku. Namun hal yang harus diketahui bahwa
apapun yang orang katakan tentangmu, sejelek apapun kau dihadapan mereka tapi
akulah orang pertama yang akan berdiri dan bertepuk tangan seraya menunjukkan
kebanggaanku padamu. Aku percaya dibalik sikapmu yang cuek tersimpan seribu
perhatian yang akan ada untuk kau limpahkan kepada semua anakmu. Sikapmu yang
tegas berbanding terbalik dengan hatimu yang lembut. Kau bagaikan pelita yang
akan terang di malam hari. Tak sanggup untukku kehilanganmu.
Tak lama aku memandangnya, aku pun segera menghampiri ibu yang
dengan setia duduk disampingnya. Kulihat muka ibuku pucat, badannya yang kurus
semakin kurus, terlihat katuk mata yang besar menandakan tidurnya yang kurang,
betapa setianya ibu menjaga dan merawat ayah yang sedang berbaring tak berdaya.
Setiap keringat yang keluar dari kulit ayah yang mulai menua diusapnya perlahan
dengan penuh kasih sayang, terkadang aku melihat sesekali ibu membelai rambut
ayah sembari mengucapkan doa meminta pertolongan kepada sang pemilik hidup. Pemandangan
itu membuat aku semakin memahami apa arti sebuah keluarga. Keluarga adalah
tempat berkeluh kesah, dengan mereka kita dapat berbagi banyak hal, bersama
keluarga beban itu akan terasa ringan untuk dipikul, bersama keluarga kita akan
merasakan hangatnya kebersamaan walaupun dengan kekurangan, aku bersyukur
mempunyai ayah yang sangat bertanggung jawab dan seorang ibu yang begitu sabar
menghadapi setiap cobaan yang aku yakin adalah ujian untuk menaikkan level
keimanannya. Doa tak pernah berhenti terucap dari bibir ibu untuk kesembuhan
ayah. Dalam setiap sujud mungkin hatinya menangis namun airmata sekuat tenaga
ia bendung, tak ingin ia menangis di hadapan ayah karena baginya menangis
bukanlah jalan untuk menyelesaikan masalah. Sementara aku, aku hanyalah seorang
wanita yang bisa dikatakan cengeng, aku tak dapat berbuat apa-apa, aku mungkin
hanya seorang benalu dalam keluarga. Kedua kakakku sudah tidak bersekolah,
kakak pertamaku laki-laki ia sudah bekerja tetapi belum menikah sedangkan kakak
keduaku adalah perempuan sudah menikah dan mempunyai seorang anak perempuan
yang begitu menggemaskan. Saat ini aku tinggal bersama ibu ayah dan kakak
pertamaku, sedangkan kakakku yang sudah menikah ikut dengan suaminya. Keadaan ekonomi
keluargaku bisa dikatakan pas-pasan, tinggal di rumah sederhana yang berada di
dalam sebuah gang kecil menandakan aku bukan berasal dari kalangan atas. Namun aku
mempunyai keinginan untuk dapat membahagiakan keluargaku, aku ingin orangtuaku
dapat hidup bahagia di hari tuanya. Tidak lagi harus bekerjakeras untuk
mendapatkan uang, tidak lagi memikirkan esok akan makan apa, bagaimana jika
anak-anaknya sakit, belum lagi memikirkan biaya kuliahku yang kurasa itu yang
menjadikan beban untuk ayah. Di usianya yang sudah berumur ayah masih saja
harus tetap bekerja demi membiayai kuliahku, terkadang aku merasa sedih dan
merasa berdosa bila melihat ayah banting tulang bekerja untuk kebutuhan
keluarga dan kebutuhanku juga. Mungkin aku hanya benalu untuknya, aku belum
bisa memberikan balas budi untuk kedua orangtuaku. Entah sampai kapan aku akan
hidup hanya menjadi benalu seperti ini, kuliahku masih panjang masih tersisa 3
atau bahkan mungkin 4 tahun lagi, sementara ibu dan ayah sudah mulai
sakit-sakitan. Meskipun kedua kakakku sudah bekerja tapi aku tidak ingin
membebaninya. Hmmm sedikit aku merenung tentang kehidupan keluargaku membuat
airmata seperti ingin keluar dari persembunyiannya.
Tak lama aku dirumahsakit akhirnya aku memutuskan untuk
pulang, sesampainya di rumah aku melihat keadaan ruang tamu terdapat 2 orang
laki-laki sedang berbincang dengan serius. Kepala yang tertunduk lesu,
menandakan persoalan yang begitu besar sedang ia hadapi. Laki-laki itu adalah
kakak pertamaku sedangkan yang lainnya adalah kakak iparku. Aku sedikit
mendengar perbincangan mereka sebelum aku memasuki kamar, bukan hal lain yang
mereka perbincangkan selain tentang bagaimana keadaan ayah. Biaya rumahsakit
yang ternyata begitu besar setelah ayah melakukan operasi adalah topik utama
perbincangan mereka. Biaya rumahsakit hingga puluhan juta membuat aku berpikir
juga darimana bisa mendapatkan uang sebanyak itu, sedangkan keluargaku sendiri
tidak mempunyai cukup uang untuk biaya rumahsakit. Didalam kamar otakku
berputar memikirkan jalan keluarnya sementara airmata terus mengalir. Aku menyadari
bahwa menangis tidak akan menemukan jalan keluar untuk permasalahan ini. Tak henti-hentinya
aku berdoa memohon pertolongan kepada yang maha kuasa. Aku yakin ia telah
menyiapkan sebuah hadiah di akhir cobaan ini. Doaku terus mengalir dalam setiap
sujudku menyembah-Nya, ayat suci aku kumandangkan, aku hanya bisa berserah diri
memohon bantuan-Nya karena aku yakin Tuhan akan ada bersama orang-orang yang
percaya akan kekuasaannya. Tuhan tidak akan meninggalkan umatnya, dan aku yakin
berkah darinya akan lebih besar dibanding musibah yang diberikannya kepada
keluargaku. Dan aku akan selalu berdoa semoga ayah lekas sembuh, ibu selalu
diberikan kekuatan dan kesabaran dalam menghadapi cobaan ini, kakak dapat tidur
dengan nyenyak meskipun dalam otaknya aku yakin tersimpan berbagai macam solusi
yang ia pikirkan untuk permasalahan ini, dan aku? Aku berusaha untuk tidak lagi
menjadi benalu yang selalu membebani induknya.
Borgata Hotel Casino & Spa - Dr. Maryland
BalasHapusThe Borgata Hotel Casino & Spa is a premier Atlantic City 익산 출장안마 resort located on 구미 출장안마 the 성남 출장샵 waterfront. The property features 평택 출장마사지 3,000 square feet 제주도 출장마사지 of casino